Sunday, June 6, 2010

Mengenal SQ sebagai Salah Satu Ragam Kecerdasan Menusia

T : Saya pernah mendengar tentang IQ dan EQ, dan sekarang saya mendengar tentang SQ. Singkatan apakah itu?
J : IQ adalah singkatan dari Intellectual Quotient artinya taraf kecerdasan intelektual, EQ atau lebih tepat disebut EI (Emotional Intelligence) artinya kecerdasan emosi, sedangkan SQ atau lebih tepat disebut SI adalah singkatan dari Spiritual Intelligence artinya kecerdasan ruhaniah.
T :  Bisakah anda menjelaskan apa maksudnya?

J :  IQ adalah kemampuan untuk berpikir, bernalar dan memecahkan masalah menggunakan logika. EI atau lebih populer disebut EQ adalah kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pikiran dan tindakan. Sedangkan SI atau SQ adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa jalan hidup yang kita pilih memiliki makna yang lebih baik daripada yang lain.
T : Anda menyebutkan taraf kecerdasan, jadi apakah tiga macam kecerdasan itu dapat diukur ?
J  : Seperti mungkin telah anda ketahui IQ dapat diukur dengan menggunakan alat ukur/tes IQ yang validitasnya cukup tinggi. Cara pengukuran IQ sudah dibakukan dengan angka, tetapi memang belum ada alat ukur yang cukup dapat dipercaya untuk EQ dan SQ. Itulah sebabnya sebutan EQ dan SQ sebenarnya kurang tepat, karena kata Quotient bisa berarti taraf, tetapi kata ini sudah terlanjur populer di masyarakat. Istilah yang lebih tepat adalah EI dan SI. Andaikan mungkin diukur, saya kira alat ukur untuk SQ dan IQ tidak tepat jika berbentuk kuantitatif.
T :  Bagaimana sejarahnya hingga ketiga kecerdasan itu diperkenalkan ?
J  : IQ dikenalkan kira – kira pada awal abad 20 ini. Semula orang mengira IQ inilah sebagai satu-satunya kecerdasan yang menentukan keberhasilan manusia. Sampai kira-kira awal tahun 1990-an , Daniel Goleman menemukan bahwa IQ bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi keberhasilan manusia dalam belajar. Orang –orang yang memiliki IQ tinggi ternyata tidak selalu memperoleh keberhasilan seperti yang diinginkan. Ada kualitas-kualitas emosional lain yang penting bagi keberhasilan seperti : empati, pengendalian diri, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan , sikap hormat dan lain-lain. Dan di akhir abad ini, Danah Zohar dan Ian Marshall memperkenalkan kecerdasan lain yang membedakan manusia dengan mesin dan dengan hewan yaitu kecerdasan Spiritual.
T : Anda menyatakan bahwa SQ membedakan manusia dengan mesin dan hewan. Apa maksudnya ?
J :  IQ atau boleh dikatakan sebagai kemampuan logika, tentu dimiliki oleh komputer. Komputer sebagai benda kreasi manusia justru mungkin mengalahkan manusia dalam hal berpikir logis dan taat azas. Sementara hewan juga memiliki kecerdasan emosi dalam tingkat rendah, ketika dia dapat menempatkan dirinya sesuai dengan emosi yang dimilikinya. Sedangkan semua itu tidak cukup untuk menjadi alasan bagi manusia untuk tetap meneruskan hidupnya.
T : Apakah maksudnya SQ yang dimiliki manusia membantu manusia untuk menemukan hakekat dan makna dirinya ?J :  Ya, benar.Sepanjang jaman manusia selalu berhadapan dengan pertanyaan tentang siapa dirinya, dari mana dia berasal, mengapa dan untuk apa dia hidup. Menurut Victor Frankl dalam Man’s search for meaning, pencarian manusia akan makna merupakan motivasi utamanya dalam hidup . Makna itu unik dan spesifik dan hanya dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Keberadaan SQ dalam diri manusialah yang membantu manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan penemuan makna diri ini.
T : Apa yang terjadi jika manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya akan makna ini ?
J :  Kehidupan jaman modern yang ditandai dengan banyaknya kemudahan dalam bidang materi justru menyebabkan kehampaan manusia dalam bidang ruhani. Ketika hubungan antarmanusia menjadi renggang, ketika lingkungan semakin rusak dan tercemar, dan manusia hidup dalam ketidakpastian nilai, akhirnya menyebabkan kehampaan dalam diri manusia. Semua ini jika tidak dipedulikan akan mengancam kelangsungan manusia sendiri sebagai spesies pemimpin di muka bumi.  Jadi sebagaimana IQ dan EQ, SQ merupakan salah satu penentu bagi keberhasilan manusia untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupannya, bahkan SQ dapat dilihat dalam kerangka yang lebih luas sebagai landasan semua aspek yang dimiliki IQ dan EQ. SQ membantu manusia untuk membangun dirinya secara utuh.
T : Anda tadi mengatakan bahwa masyarakat modern yang materialistik justru memiliki tingkat SQ yang rendah. Bisakah anda menjelaskannya lebih jauh dengan contoh yang jelas ?
J :  Baiklah saya ingin mengutip percakapan yang diberikan Danah Zohar dan Ian Marshall tentang nelayan dan pengusaha dalam bukunya SQ-The Ultimate Intelligence.
      P : Ikan anda bagus-bagus. Berapa lama waktu yang anda perlukan untuk menangkapnya
      N : Hanya sebentar
      P :  Mengapa anda tidak menghabiskan waktu lebih lama di laut untuk mendapatkankan lebih banyak ?
     N : Ini sudah cukup untuk biaya hidupku dan keluargaku hari iniP : Tapi untuk apa waktu anda yang selebihnya?
     N :  Saya tidur larut, memancing di laut, bercengkerama dengan istri dan anak-anak saya, berjalan-jalan ke desa dan bermain gitar dengan kawan-kawan saya. Pokoknya hidup saya sibuk,Sir.
     P : Saya seorang MBA lulusan Harvard, menurut saya anda seharusnya menghabiskan waktu lebih banyak di laut agar mendapat ikan lebih banyak. Dengan keuntungan dari situ anda dapat membeli perahu baru, sehingga anda mendapat ikan yang lebih banyak lagi, dan tentu saja keuntungan yang lebih banyak. Lalu anda membeli perahu lagi dan akhirnya anda mungkin akan mempunyai armada nelayan. Sehingga akhirnya anda dapat langsung menjual ikan ke pabrik, membuat perusahaan pengalengan ikan sendiri dan anda tinggal mengontrol produk, pemrosesan dan distribusi. Perusahaan anda akan berkembang pesat.
       N : Berapa waktu yang diperlukan untuk semua itu ?
       P : Mungkin 15 sampai 20 tahun
       N : Lalu setelah itu apa ?
       P : Anda bisa menjual saham kepada masyarakat dan anda akan mendapat uang berjuta-juta.
       N : Berjuta-juta? Lalu untuk apa?
       P : Ya, sekarang anda dapat menghabiskan waktu untuk memancing, untuk bersantai dengan istri dan anak-anak anda, berjalan-jalan ke desa dan bermain gitar dengan teman-teman anda.
Anda melihat bahwa pengusaha tersebut bodoh secara spiritual, sedangkan nelayan tersebut lebih memahami  hal yang paling bermakna dalam hidupnya. Materialisme dapat membodohkan manusia secara spiritual, ketika hal tersebut menjadi satu-satunya tujuan. Tetapi jangan salah sangka,  kebodohan spiritual di jaman ini tidak hanya menimpa orang–orang yang secara materi telah tercukupi, tetapi juga kalangan yang secara materi kekurangan, yaitu mereka yang sukar memperoleh akses terhadap materi tetapi terus memaksakan diri karena pengaruh dan desakan lingkungan. Pada mereka tetap terdapat kehampaan diri yang harus diisi. Disinilah letak peran kecerdasan spiritual. Orang yang mempunyai kecerdasan Spritual tidak hanya sanggup menyerap nilai-nilai yang ada dan cocok dengan dirinya , tetapi juga menciptakan nilai-nilai baru untuk memaknai hidupnya
T : Lalu mungkinkah kecerdasan spiritual itu ditingkatkan dan bagaimana caranya?
J : Ini sebuah berita bagus. Berbeda dengan IQ yang menurut para ahli adalah bawaan sejak lahir, dan hampir tidak mungkin untuk di tingkatkan, SQ mungkin dilatih dan ditingkatkan seperti halnya EQ. Meningkatkan SQ dapat dilakukan dengan belajar mendengarkan suara hati. Menurut Danah Zohar di dalam diri manusia terdapat Godspot atau titik Tuhan. Dari sanalah sumber suara hati berasal. Ada dua hal sederhana yang dapat dilakukan. Pertama berusahalah mendengarkan suara hati. Suara hati tidak mungkin berbohong. Suara hati menuntun kepada hal-hal yang benar. Suara hati bisa disebut fitrah manusia. Lalu  lakukanlah tindakan sesuai dengan suara hati. Yang kedua adalah melakukan refleksi. Berusahalah memandang suatu masalah dari berbagai sudut. Jika itu menyangkut hubungan antar manusia, anda dapat melakukan refleksi dengan diri anda sendiri. Jika anda tidak ingin diperlakukan seperti itu, janganlah melakukan hal yang sama kepada orang lain. Mungkin ini tampak terlalu sederhana, bukankah setiap orang bebeda? Itu memang benar. Tetapi tetap ada nilai-nilai universal seperti cinta, kasih sayang, persaudaraan, persahabatan, tidak mementingkan diri sendiri dan sebagainya. Anda bisa berusaha memprioritaskan tindakan sejalan dengan nilai-nilai tersebut. Berusahalah berpikir melingkar dengan memperhatikan semua aspek.  


Pustaka:Ary Ginanjar Agustian. Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual. 2001. Jakarta: Penerbit Arga.Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ, memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berpikir integralistik dan holistik untuk memaknai kehidupan. 2002. Bandung: Pustaka Mizan

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...